Selasa, 16 Juli 2013

Syeikh K.H Muslih Abdurrahman

Syeikh K.H Muslih Abdurrahman
Syeikh K.H Muslih Abdurrahman
 11.50  Achmad Fahrizal Zulfani Al Hanif 

Perintis Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh di Indonesia
 Syeikh K.H Muslih Abdurrahman adalah ulama allamah yang pernah mengasuh pon-pes Futuhiyyah Mranggen sejak tahun 1936-1981 Masehi. Beliau sangat berjasa dalam mengembangkan dan membesarkan pon-pes Futuhiyyah Mranggen brkat fodlol dan rahmat Allah s.w.t hingga dapat melahirkan banyak kiai dan ulama yang terbesar di Jawa khususnya di Indonesia umumnya.
 Dan Beliau berjasa pula dalam menyebarkan thoriqoh Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah di Jawa / Indonesia, hingga melahirkan banyak Kiai dan Guru Mursyid Thoroqoh tersebut. Disamping berjasa sebagai salah seorang pendiri dan salah seorang Ro’is Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh di Indonesia yang di kenal sekarang dengan jam’iyyah ahlith Thoriqoh Nahdriyyah itu beliau juga ikut aktif mengembangkan dan membesarkan Jam’iyyah tersebut hingga akhir hayat pada tahun 1981 Masehi.

 Oleh karena itu beliau dapat disebut sebagai Abul Masyayekh dan Syeikhul Mursyidin. Ghofarollohu wa Rohimah wa Qoddasallohu Asroroh wa yamidduna bi asrorihi wa barokati wa ulumihi wa karomatihi wa maunatihi wa syafa’atihi wa jami’i ahli silsilatihim wa usuluhim wa yulhiquna bihim fi khoirin wa sa’adatin wa salamah. Allahumma amiin.

 Beliau berjasa pula dalam mengusir penjajah Belanda dan Jepang, baik anggota lasyikar hizbulloh yang berlatih kemiliteran bersama Syeikh K.H Abdulloh Abbas Buntet Cirebon dalam satu regu di Bekasi Jawa Barat dan menjadi komando pasukan sabilillah yang beranggotakan para kiai/ulama’ di wilayah Demak selatan atau front Semarang wilayah Tenggara.
 Beliau wafat dan di makamkan di ma’la Makkah al Mukarromah di pemakaman yang kebetulan berdampingan dengan makam Sayyidatina Asma’ binti Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a, dekat/di depan kompleks makam Sayyidatina Khodijah r.a, istri Rosulillah s.a.w. Jama’ah haji Indonesia dari Mranggen dan Demak banyak yang ziarah kepada beliau dengan bantuan mukimin setempat.
 Beliau wafat pada bulan syawal 1981 Masehi, dengan mewariskan pon-pes Futuhiyyah yang besar untuk di lestarikan dan di kembangkan lebih lanjut. Dan Al-hamdulillah pon-pes Futuhiyyah Mranggen tetap lestari dan berkembang hingga saat ini. Semoga demikian seterusnya hingga akhir masa.Allahumma amiin.
 I. Identitas Diri dan Keluarga

 Syeikh K.H Muslih bin Syeikh K.H Abdurrohman dan Hj. Shofiyyah, asli/kelahiran suburan Mranggen Demak,pada tahun 1908 Masehi. Beliau adalah adik kandung dari Syeikh K.H Ustman bin Syeikh K.H Abdurrohman.

 Silsilah Syeikh K.H Muslih

 Dari Ayah :

 Muslih bin Abdurrohman din Qosidil haq bin R. Oyong Abdulloh Muhajir bin Dipo Kusumo bin P.Wiryo Kusumo / P.Sedo Krapyak bin P.Sujatmiko atau Wijil II / Notonegoro II bin P. Agung atau NotoProjo bin P.Sabrang bin P. Ketib bin P. Hadi bin K. S. Kali jogo,hingga Ronggolawe adipati Tuban I atau Syeikh Al-Jali / Syeikh Al-Khowaji, yang berasal dari Baghdad keturunan Saayyidina Abbas r.a paman Rasulullah s.a.w.

 Dari Ibu :

 Muslih bin Shofiyyah binti Abu Mi’roj wa binti Shodiroh hingga bersambung pada ratu Kalinyamat binti Trenggono Sultan Bintoro Demak II bin Sultan Bintoro I / R. Fatah bin R. Kertowijoyo / Darmokusumo Brawijaya I Raja Majapahit.
 Ratu Kalinyamat istri Sultan Hadliri yang berasal dari Aceh dan menjabat sebagai adipati Bintoro Demak di Jepara. Sedangkan istri Sultan Trenggono adalah puteri K. S Kalijogo dan istri Sultan Fatah / Ibu Sultan Trenggono adalah putri K.S Ampel Surabaya, Dzuriyyah Rasulullah s.a.w.

 Syeikh K.H Muslih Abdurrahman menikah dengan Nyai Marfu’ah binti K.H Siroj dan berputra :
 1. Al-Inayah, istri Syeikh K.H. Mahdum Zein.
 2. K.H. M.S. Luthfi Hakim Muslih Bc.Hk sebagai pengasuh utama I pon-pes Futuhiyyah sejak tahun 1971 Masehi.
 3. Faizah, istri Syeikh K.H. Muhammad Ridhwan.
 4. K.H Muhammad Hanif Muslih L.c sebagai pengasuh utama II pon-pes Futuhiyyah sejak tahun 1985 Masehi.
 5. Putra-putra lainnya meninggal sejak kecil.

 Setelah Nyai Marfu’ah wafat tahun 1959 Masehi, Syeikh K.H. Muslih Abdurrohman menikah lagi dengan Nyai Mu’minah Al-Hafidhoh / Al-Hamilah bin K.H. Muhsin ( ayah K.H. Muhibbin Al-Hafid, pengasuh pon-pes Al-Badriyyah Mranggen ) dan berputra :
 1. Qoni’ah istri K.H. Masyhuri, B.A.
 2. Masbahah, istri Syeikh K.H Abdurrahan Badawi / Syeikh Dur.

 Setelah Nyai Mu’minah wafat pada tahun 1964 Masehi, Syeikh K.H Muslim Abdurrahman menikah lagi dengan Nyai. Sa’adah binti H. Mahhmud, Randusari Semarang sampai sekarang beliau masih hidup, semoga thowil umur allah husnil khotimah fi tho’atillah fil alwi wal afiyah wassalamah was sa’adah fi daruun-min fadllillah wa rohmatillah Allahuma amiin.Begitu pula keluarga dan dzuriyyah syeikh K.H muslih, bani Abdurrohman dan para santri dan alumni pon-pes Futuhiyyah Mranggen dan cabang- cabangnya, para muhibbin beliau beliau erikut para pejuang Fi Sabillillah termasuk K.Habdurrahman Wahid (GUS Dur Presiden R.I ) dan keluarga masing-masing. Allahumma amiin.

 II. PENDIDIKANNYA

 Pendidikan Syeikh K.H. Muslih bin Abdurrahman, diperoleh dari :
 1. Belajar pada orang tua sendiri, yaitu Syeikh K.H. Abdurrahman bin Qosidil Haq.
 2. Belajar di pondok pesantren termasuk madrasahnya Syeikh K.H. Ibrohim Yahya Brumbung Mranggen, disamping belajar pula saat pergi Haji bersama beliau.
 3. Belajar di pondok pesantren Mangkang kulon.
 4. Belajar di pondok pesantren Sarag Rembang milik Syeikh K.H. Zuber dan Syeikh Imam, disini beliau sambil belajar / santri kalong kepada Syeikh K.H Maksum, Lasem Rembang.
 5. Belajar-mengajar di pondok pesantren Termas Pacitan.
 6. Belajar ilmu thoriqoh dan bai’at mursyid di banten yaitu Syeikh Abdul Latif Al- Bantani
 7. Belajar kepada Syeikh Yasin Al-Fadani Al- Makky di Mekah.
 8. Belajar ilmu Ekonomi dan dagang.
 9. Belajar ilmu kemiliteran.

 Dari hasil pendidikannya tersebut Syeikgh K.H.Muslih bin Aburrahman termasuk Ulama’ Allamah Ahli ilmu-Kalam Bahasa Arab (Nahwu, Shorof, Balaqhoh, hingga ilmu Mantiq dan Arudh) Ahli Ilmu-Klam /Tauhid., Ahli Ilmu Tasawwuf –Ahli Ilmu Thoriqoh Mu’tabaroh hingga ahli pula dalam Ilmu Kepemimpinan Ilmu Kependidikan, Ilmu Siasah, Ilmu Hikmah Ilmu Jihad fi sabillillah termasuk Ilmu Kemiliteran. Oleh ksrns itu beliau sangat pantas menjadi Guru Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah Bahkan menjadi Syeikhul Mursidin atau guru para mursyid, sebab beliau telah memenuhi peryaratan sebagai guru Guru Mursyid sebagai mana yang dianjurkan oleh syyaidina Syeikh Abdul Qodir Al –Jaelani, r.a, yang mana seorang mursyid itu seharusnya :
 1. Memiliki Ilmu Ulam’ ( Ahli Agama Islam )
 2. Memiliki Ilmu Siasah ( Politik Pemerintahan ).
 3. Memiliki Ilmu Hikmah ( Kebijaksanaan Ahli Hukum Islam ).
 Syeikh K.H. Muslih teryata belajar dan mengajar sebagaimana tersebut dalam manaqib As-Syeikh Abdul Qodir Al-Jaelani r.a, yaitu Tafsir dan ilmu Tafsirnya, Hadist dan ilmu Muthola’ah Hadistnya ilmu fiqh dan Hilafayahnya, ilmu Usuluddin ( ilmu kalam ) dan ilmu Ushulul Fiqh, ilmu Qiro’ah / Tawid, ilmu Nahwu, ilmu Shorof, ilmu Ma’ani, ilmu Bayan Badi’, ilmu arudl, ilmu Qowafi, ilmu Matiq dan ilmu tasawwuf / ilmu Thoriqoh. Ilmu – ilmu tersebut semuanya diajarkan di pon-pes madrasah, kecuali ilmuthoriqoh / ilmu Tasawwuf. Disamping ilmu-ilmu tersebut Syeikh K.H. Muslih Abdurrohman diwaktu mudanya juga rajin belajar ilmu-ilmu kanuragan dan ketabitan Islamy maupun do’a-do’a / aurrod yang khusus, tersasuk aurod khusus untuk memdapatkan Ilmu yang bermanfa’at lagi barokah. Ilmu yang manfa’at ialah ilmu yang dapat diamalkan sendiri ( dirinya dapat beribadah billah sesuai dengan ilmu yang diperolahnya, sebab fadlol dan rhmat Allah s.w.t ). Sedang ilmu yang barokah ialah ilmu yang sudah dapat ditularkan kepada orang lain, baik melalui pendidikan dan pengajaran maupun nasehat, baik secara langsung maupun tidak langsung ( melalui tulisan dalam buku / kitab yang disusun, digandakan dan dibaca oleh orang lain ). Selain belajar ilmu-ilmu tersebut beliau sempat belajar bagaimana cara mengajar yang baik ( guru yang berhasil ) dan bagaimana menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran sistem klasikal ( madrasah ) saat beliau mondok di Termas, Pacitan. Sebelum beliau di Termas, sepulang dari pondok Sarang beliau bersama kakaknya, yaitu Syeikh K.H. Utsman bin Abdurrohman sempat belajar dagang pakaian jadi di pasar Mranggen,selama satu tahun, atas perintah orang tuanya agar merasakan bagaimana susahnya orang bekerja mencari rejeki ( dalam setahun kerja, teryata tidak laba dan tidak rugi ) setelah itu beliau berangkat ke Terma memenuhi perintah Syeikh K. H. Maksum Lalem sekalian ingin menambah ilmu dan pengalaman.
 III. PERJUANGAN
 Syeikh K.H. Muslih Abdurrohman selain berjuangan demi terwujudnya suatu pribadi yang baik serta menjadi ulama pejuang islami, ternyata beliau juga berjuang fisabilillah di sisi yang lain, yaitu :
 1. Menjadi pengasuh pendidikan pesantren, termasuk Pengajian dan Bai’at Thoriqoh Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah .
 2. Mendirikan / menyelenggarakan Pendidikan Masdrasah/ Sekolah Futuhiyyah
 3. Menjadi Pengasuh Utama Pon-Pes Futuhiyyah
 4. Memperluas lokasi / Areal Pondok Pesantren
 5. Merehab dan membangun Prasarana Pondok Pesantren, termasuk membangun Masjid An-Nur dikonplek Pon-Pes Futuhiyyah.
 6. Menjadi Anggota Pengurus G.P Ansor Mranggen dan Lasykar Hizbullah Mranggen
 7. Menjadi Pengurus Jam’iyyah N.U
 8. Menjadi Komandan Barisan Sabilillah, sektor Semarang Timur.
 9. Ikut Mendirikan dan menjadi pengurus Jam’iyyah Thoriqoh Mu’tabaroh Indonesia.
 10. Mendirikan dan menjadi Pengurus Jam’iyyah Thoriqoh Nahdiyyah
 11. Mendirikan Madrasah Aliyah Persiapan F.H.I UNNU Mranggen
 12. Mendirikan F.H.I UNNU Fikal Surakarta di Mranggen
 13. Mendirikan atau menyelenggarakan Madrasah dan Sekolah Formal.

 IV. MENJADI PENGASUH PON-PES FUTUHIYYAH
 Sebelum Syeikh K.H. Muslih mondok kembali di Pondok Pesantren Termas, beliau sempat mukim dirumah yaitu Suburan Mranggen kira-kira pada tahun 1931 Masehi selama satu tahun, setelah kembali dari mondok di Pondok Pesantren Sarang.

 Pondok Pesantren yang telah direhabilitasi pada tahun 1927 Masehi, atas perintah Syeikh K.H. Abdurrohman, telah berhasil menampung puluhan santri, namun aktifitas Madrasah tersebut menjadi berhenti, setelah diminta oleh N.U cabang Mranggen .
 Akhirnya Syeikh K.H. Muslih berusaha mendirikan kembali Madrasah Diniyyah Awaliyyah Futuhiyyah di konplek Pon-Pes Futuhiyyah dengan tikat tidak boleh diminta oleh N.U lagi. Jika N.U ingin mengelola Madrasah lagi supaya mendirikan sendiri.
 Selang beberapa waktu, Pon-Pes Futuhiyyah mendirikan Madrasah dua kali pada tahun 1927 dan 1929 Masehi. Selama dua kali mendirikan, dua kali pula diminta oleh N.U. Cabang Mranggen dengan cara Bedol Madrasah, Murid dan Gurunya di pindah tempat, yang kemudian dikelola oleh N.U Cabang Mranggen dan dua Kali pula terhenti.

 Setelah Madrasah yang didirikan oleh Syeikh K.H. Muslih berjalan lancar, satu tahun kemudian diserahkan oleh adik beliau, yaitu Syeikh K.H. Murodi setelah mukim kembali dari mondok di Lasem dan para gurunya, dengan pesan agar tak boleh dipindah lagi, karena beliau akan Mondok lagi ke Termas.
 N.U. cabang Mranggen, akhirnya mendirikan sendiri Madrasah Diniyyah Awaliyyah dan dapat hidup hingga sekarang, di Kauman Mranggen, yang dikenal kemudian dengan nama Madrasah Ishlahiyyah.

 Syeikh K.H. Muslih saat datang di Termas, langsung diminta oleh Syeikh K.H. Ali Maksum (Krapyak Yogya), selaku kepala Madrasah di Termas saat itu, untuk mengajar kelas di ajar oleh Syeikh K.H. Ali Maksum (kelas Alfiyyah Ibnu Malik). Semula Syeikh K.H. Muslih menolak, dengan alasan belum mampu mengajar Alfiyyah. Beliau tetap dipaksa dan dibujuk dengan kata-kata nanti saya ajari oleh Syeikh K.H. Ali Maksum. Setelah itu, Beliau akhirnya bersedia. Namun Ternyata Syeikh K.H. Ali Maksum hanya sekali mengajar Syeikh K.H. Muslih sebagai persiapan mengajar Alfiyyah, yaitu pada malam sebelum esok harinya mengajar, laalu beliau menghilang.

 Dengan berat hati Syeikh K. H. Muslih mengajar dikelas yang ditinggalkan Syeikh K.H . Ali Maksum. Dan kira-kira setengah bulan kemudian, Syeikh K.H. Ali Maksum Baru muncul dan bertanya kepada murid – murid kelas tersebut, bagaimana hasil kerja Ustadt baru, murid-murid menjawab baik dan puas, setelah itu Syeikh K.H. Muslih di tetapkan guru kelas tersebut.

 Suka duka Syeikh K.H. Muslih tidak menghalangi untuk berenovasi menjadi guru yang baik dan ini terbukti saat dimana santri-santri senior yang ada di Termas tidak disuruh mengajar, justru santri barunya yang disuruh mengajar, yaitu Syeikh K.H. Muslih, maka oleh santri-santri senior tersebut, kursi tempat duduknya di rawe ( diberi bulu buah rawe agar gatal-gatal, hingga tidak jadi mengajar ). Dengan berbekal Ilmu yang lebih luas dan pengalaman selama menjadi guru madrasah Tsanawiyyah di Termas itulah akhirnya Syeikh K.H. Muslih pulang dan mukim kembali di Suburan Mranggen kira-kira pada tahun 1935 Masehi, dengan tekad akan mengembangkan pondok pesantren Futuhiyyah Suburan Mranggen. Dan Al-Hamdulillah pada tahun 1936 Masehi berdirilah Madrasah Ibtida’iyyah yang bukan M.I, karana pelajarannya sudah setingkat dengan Madrasah Wustho dan Madrasah Tsanawiyyah yang diselenggarakan pada pagi hari.

 Mengenai bagaimana tekhnis pengumuman P.M.B yang dilakukan saat itu, sementara saat itu tidak ada radio, tidak ada stensil, tidak ada mesin tulis apalagi fotocopy, tetapi yang jelas, madrasah tersebut penuh dengan murid dan pondoknya semakin banyak jenis santri mukimnya, baik yang berasal dari desa-desa wilayah kecamatan Mranggen dan sekitarnya hingga Gubug-Purwodadi, hal ini terjadi karena tersiarnya berita bahwa di pondok Suburan Mranggen telah muncul Kiai yang alim.

 Sesudah tahun 1950 Masehi pon-pes Futuhiyyah semakin berkembang santri mukimnya semakin bertambah ( antara 300 – 400 orang ), di samping santri lajo yang masih belajar di madrasah maupun sambil mengaji wetinan, berikut datangnya santri pengajian thoriqoh yang dibuka mulai tahun 1950 Masehi. Adapun penyebabnya adalah bervariatif, mungkin Syeikh K.H. Muslih dikenal sebagai Kiai yang enak ngajinya, atau karena adanya aktivitas da’wah dari para mubalighin, termasuk Syeikh K.H. Abdul Hadi yang malang melintang berda’wah seantero Jawa Tengah,dan sebagainya.

 Singkatnya, apa yang telah terwujud itu adalah fadlol dan rohmat Allah s.w.t. yang harus diyakini berkat syafa’at ahli silsilah Ilmu Islami aurod mujahadah dan riyadloh, termasuk dzikir thoriqoh, khususnya Syeikh K.H. Ibrohim. Yahya Brumbung, Syeikh K.H. Abdurrohman wa ushulih, Syeikh K.H. Hadi Giri Kusumo, Syeikh Abu Mi’roj Sapen, serta para auliya’-syuhada’ tanah Jawa hingga Walisembilan dan K.S. Fatah beserta pengikutnya, Syeikh Abdul Qodir Al0Jaelani r.a dan ahli silsilahnya hingga Rasulullah s.a.w.

 Syeikh K.H. Muslih Abdurrohman selaku pimpinan / pengasuh pon-pes Futuhiyyah harus berjuang pula mencukupi kebutuhan Prasarana dan Sarana pondok pesanten termasuk keperluan dalam menyelenggarakan madrasah, seiring pribadi beliau menggerakkan pulapartisipasi aktif dalam pembangunan pondok pesantren futuhiyyah baik dari santrinya, para wali santri maupun masyarakat baik dalam bentuk sumbangan tenaga, material maupun uang. Adapun sumber – sumber yang lain berasal dari sumbangan pemerintah.

 Pada masa hidup beliau, partisipasi santri besar sekali dalam pembangunan pondok pesantren Futuhiyyah, sebagai pengalaman ilmu, ikut andil dalam jariyyah, bersatu dan bergotong royng secara ikhlas merealisasi program pembangunan sekaligus nyadong berkah dari Allah s.w.t. Untuk keperluan hidupnya di dunia dan akhirat kelak.

 Sumber: http://pondoktremas.com/new/index.php?option=com_content&view=article&id=190:syeikh-kh-muslih-abdurrahman&catid=58:profil-alumni&Itemid=126

Silsilah Mbah Hadi Girikusumo


Masjid Al-Mansyur - Popongan, Tegalgondo, Wonosari, Klaten, Jawa Tengah

Masjid Al-Mansyur - Popongan

Amanat Mbah Hadi, Petuah Sunan Drajat

Elinga Ngger, yen ana ula

aja kok penthung

 ana pitik jago aja kokjunjung

 ana wong ala aja koktundhung

 ana wong apik aja kokgunggung

PETUAH Sunan Drajat itu senantiasa mengiang di telinga KHM Munif Zuhri (Gus Munif), pengasuh Pesantren Girikusumo, Mranggen, Demak. Bahwa kualitas manusia tidak bisa diukur hanya dari tampilan luarnya. Mengamini pesan itu, Gus Munif senantiasa menjaga kehati-hatian dalam menerima para tamu, yang nyaris setiap hari membanjiri rumahnya.

 ''Intinya, janma tan kinira. Manusia itu makhluk yang tidak bisa diduga. Ada orang yang kita duga jelek, padahal sebetulnya baik. Sebaliknya, ada orang yang dalam anggapan kita baik, sesungguhnya amat jahat. Urip iku ora mesthi, dadine kudu ngati-ati,'' papar Gus Munif, saat Suara Merdeka bertandang ke kediamannya, Senin (11/4) siang.

 Falsafah janma tan kinira agaknya tepat dialamatkan ke pesantren warisan Ki Ageng Giri atau dikenal dengan sebutan Mbah Hadi itu. Pesantren yang terletak amat jauh dari pusat kota itu merupakan salah satu noktah penting dalam percaturan politik Indonesia.

Betapa tidak, pesantren itu acap menjadi rujukan para politikus. Semasa menjadi presiden, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur tak sungkan blusukan ke pesantren yang terletak di Desa Banyumeneng, Kecamatan Mranggen, Demak itu. Begitu pula sehari sebelum pemilihan presiden putaran kedua, Jusuf Kalla pun menyempatkan diri menyambangi Gus Munif.

 ''Tapi setelah terpilih jadi wakil presiden ya sudah, lupa,'' seloroh kiai karismatik itu.

Ya, dari jantung Kota Semarang, Pesantren Girikusumo berjarak sekitar 20 km ke arah timur, atau hampir sejam jika ditempuh dengan kendaraan. Itu pun belum cukup. Dari Pasar Mranggen, masih ada jalan berkelok-kelok sepanjang 10 km ke arah selatan. Pada sepanjang jalan, yang terlihat di kanan kiri hanyalah gerumbul tanaman pisang dan jahe yang dibudidayakan penduduk setempat. Biasanya jalan kecil itu tak terlampau bagus. Tapi menjelang pembukaan Muktamar PKB, tampaknya pemkab setempat melakukan sejumlah perbaikan.

 Begitu juga kalau hanya dilihat secara fisik, tak terlampau kentara keistimewaan Girikusumo. Sepintas, kesan arsitektur pada bangunan Pesantren Girikusumo mengingatkan orang pada salah satu sudut keraton di Jawa atau Masjid Agung Demak. Pada beberapa sisinya terlihat kuna, dan lazim ditemui di bangunan keraton. Baik tempat tinggal maupun masjid di pesantren itu dilengkapi mustaka, seperti yang terdapat pada masjid tradisional Jawa.

Sederhana

Kesan tradisional itu lebih kentara lantaran dinding bangunan masih terbuat dari papan. Tetapi bahan bakunya bukan berasal dari kayu jati, melainkan sengon laut. Pesantren amanat Mbah Hadi itu memang begitu sederhana. Kesan itu juga terlihat pada puluhan santri bersarung dan berkopiah yang sore itu menunaikan shalat asar. Sama sederhananya dengan penampilan ibu-ibu yang mondok selama 10 hari, untuk mengikuti pengajian Thariqah Naqsabandiyah Khalidiyah asuhan Gus Munif. Atau, coba alihkan pandangan ke sekeliling pemondokan santri, yang dipenuhi baju-baju bergegantungan. Khas sebuah pesantren tradisional.

Tapi, janma tan kinira, di pesantren itulah setiap Kamis berkumpul 10.000-an jamaah untuk mengikuti pengajian thariqah yang diasuh Gus Munif. Pengajian Kamis Kliwon ditujukan untuk jamaah laki-laki, dan Kamis Legi untuk perempuan. Menariknya, setiap peserta pengajian itu diberi makan dalam bentuk ambengan. Selain itu, nama Gus Munif teramat populer, tidak cuma di Demak dan sekitarnya, tapi juga ke sejumlah daerah di luar Jawa. Pada saat yang sama, pesantren itu juga menjadi salah satu pusat denyut kehidupan NU, rahim yang melahirkan PKB.

 Sebagai organisasi (politik) yang berakar di pesantren, sudah pada galibnya Muktamar PKB dibuka di pesantren. Tapi, mengapa Girikusumo? Tak ada jawaban pasti soal itu. Kiai Munif tak mau menunjukkan alasan di balik pilihan Gus Dur untuk membuka Muktamar PKB di pesantrennya.

 ''Saya gumun, kenapa di sini yang ditunjuk. Wong saya juga bukan orang yang aktif di partai. Ya sudah, anggap saja saya ketamon Gus Dur dan rombongannya, ya disambut apa adanya saja,'' ujarnya merendah. (33t)
sumber : sm Selasa, 12 April 2005

Kekusyukan Haul Mbah Jago


 Kekusyukan Haul Mbah Jago

SYAHADAD ain yang dilafalkan berulang-ulang itu menciptakan ekstase
ribuan orang yang memadati pelataran Masjid Nurul Huda, Dukuh Jago Wringinjajar,
Mranggen Demak, Senin malam.

Pembacaan doa yang dipimpin KH Baqoh Abdul Hamid dari Pondok Pesantren
Budu Kajoran Magelang ini adalah bagian dari acara haul Mbah Shodik Jago,
seorang tokoh yang dipercaya masyarakat sebagai keturunan dan menurunkan
ulama-ulama besar tanah Jawa.

Eyang buyutnya adalah Ki Ageng Tembayat, sedangkan silsilah ke bawahnya
akan sampai pada KH Muhammad Hadi Girikusumo.

Masyarakat meyakini Mbah Jago sebagai seorang aulia yang berjasa melakukan
syiar Islam di daerah itu pada masa lalu.

Sebutan Jago berasal dari nama dukuh tempat dia bermukim, Dukuh Jago.
Hal ini lazim dilakukan oleh masyarakat Jawa pada masa lalu.

Mengenai awal mula adaya acara haul ini, H Abdullah (68), seorang tokoh
masyarakat menuturkan, keberadaan makam Mbah jago merupakan petunjuk dari
gurunya, KH Achmad bin Abdul Haq, ulama dari Watucongol Magelang.

Di dekat makam Mbah Thohir dan Mbah Irsyad di Dukuh
Jago terdapat makam Mbah Shodik Jago.

Letaknya ditandai oleh tumbuhnya bunga wariban. Mendapat petunjuk tersebut,
bersama masyarakat, Abdullah kemudian membangun makam Mbah Jago.

Sejak saat itulah haul Mbah Jago mulai dilaksanakan. Semula pada
bulan Bakdamulud dilakukan secara kecil-kecilan. Baru pada tahun 2000 warga
bersepakat melaksanakan haul Mbah Jago pada hari Selasa Kliwon bulan Sura
dan dirayakan secara meriah.

Arwah Jama

Selepas shalat isya, masyarakat mulai berbondong-bondong memasuki
kompleks masjid yang di belakangnya terdapat makam Mbah Jago. Mereka sebagian
besar berasal dari Desa Wringinjajar dan desa-desa di sekitarnya.

Di tempat tersebut mereka berziarah bersama dengan membacakan doa. Sebagai
puncak acara, malam harinya dilaksanakan pengajian akbar oleh KH Baidlawi
dari Bangsri Jepara. Hadir dalam kesempatan tersebut pengasuh Pondok Pesantren
Girikusumo KH Munif Zuhri.


Di antaranya untuk Mbah Jago dan dua tokoh yang dimakamkan di dekatnya,
yaitu Mbah Thohir dan Mbah Irsyad.

Dalam acara tersebut, masyarakat juga dipersilakan menuliskan nama anggota
keluarga yang telah meninggal untuk ikut dibacakan (dijamak) sang kiai. 
sumber : sm Kamis, 11 Maret 2004

Senin, 15 Juli 2013

Tahlilan Menurut ‘Ulama NU (Nahdlatul ‘Ulama)

Tahlilan Menurut ‘Ulama NU (Nahdlatul ‘Ulama)

 Tahlilan adalah kegiatan yang telah mentradisi dikalangan muslimin yang ada di Indonesia terutama dalam lingkungan yang tersebar dakwah nahdliyin. Amalan-amalan yang ada dalam tahlilan merupakan amalan yang masyru’ disyariatkan, diantaranya adalah do’a kepada kaum Muslimin yang telah meninggal dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :

 ربنا اغفر لي ولوالدي وللمؤمنين يوم يقوم الحساب

 Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan orang-orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).
 (QS. Ibrahim 14 : 41)

 رب اغفر لي ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين والمؤمنات ولا تزد الظالمين إلا تبارا

 Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.
 (QS. Nuh 71 : 28)

 وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

 Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan.
 (QS. Muhammad 47 : 19)

 والذين جاءوا من بعدهم يقولون ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رءوف رحيم

 Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
 (QS. al-Hasyr 59 ; 10)

 Begitu banyak ayat dan demikian juga dengan hadits Nabi yang menyatakan bahwa amala-amalan dalam tahlilan adalah disyariatkan. Ada sebuah hadist yang cukup menarik, hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari bahwasanya 'Aisyah radliyallah ‘anhaa- berkata : “Alangkah sakitnya kepalaku”, lalu Rasulullah berkata:

 " ذاكِ لوْ كَانَ وَأنَا حَيّ فأ سْتَغْفِر لكِ وأدْعُو لَكِ "

 Jika itu terjadi (engkau sakit dan meninggal) dan aku masih hidup maka aku mohon ampun dan berdoa untukmu.

 Frasa “aku berdo’a untukmu”, tentunya meliputi seluruh jenis do’a dan tujuannya yang baik sesuai dengan keumumannya. Jadi, sangatlah bijaksana dimana dalam tahlilan setelah pembacaan dzikir-dzikir, shalawat, al-Qur’an dan lain sebagainya, kemudian di tahlilan ditutup dengan do’a yang berisi permohonan ampunan untuk mayyit, beri kenikmatan kubur hingga berdo’a agar pahala yang telah dibaca disampaikan kepada mayyit. Semuanya telah terangkum dalam do’a diakhir penutup tahlilan. Sedangkan do’a bermanfaat bagi mayyit, tanpa ada ulama yang memperselisihkan.

 Dalam lingkungan nahdliyin perbedaan pendapat dalam masalah furu’ adalah hal yang biasa, bukan sarana berpecah belah. Termasuk diantaranya adalah seandainya memang benar-benar adanya berbeda pendapat dalam hal tahlilan. Telah diketahui sejak dahulu hingga masa kini bahwa tahlilan telah mendarah daging dalam lingkungan NU, artinya tidak ada pertentangan dalam hal tahlilan. Mereka telah mempraktekkannya mulai dari kalangan ‘Ulama, santri hingga masyarakat nahdliyin. Maka, jadilah ini sebagai “ijma’ Nahdlatul ‘Ulama”.

 Namun, bagaimana dengan kitab, tulisan –tulisan yang berisi kemakruhan jamuan makan- dan ini banyak beredar di dunia maya (internet) yang disebarkan oleh pengingkar tahlilan. Dalam menyikapi hal ini adalah :

 Kalangan nahdliyin sejak dahulu telah mempraktekkan tahlilan maka praktek inilah yang dijadikan dasar bahwa nahdliyin menyetujui tahlilan (“maka jadilah ini semacam ijma’ nu). Jadi siapa nahdliyin yang tidak setuju tahlilan ? jawabnya tidak ada, kecuali mereka yang memang inkar.
 Kebanyakan yang dimakruhkan adalah terkait jamuan tertentu dengan alasan-alasan tertentu, namun tidak mutlak, dan bukan keseluruhan tahlilan,. Maka, itu tidak bisa dijadikan dalil untuk menolak tahlilan secara keseluruhan.

 Pernyataan (kesimpulan) dari para pengingkar tahlilan yang berdalih dengan sebagian tulisan-tulisan nahdliyin, tidak bisa di jadikan landasan sama sekali sebab nadliyin sejak dahulu sudah mempraktekkan tahlilan berdasarkan kitab-kitab yang menjadi tuntunan mereka, oleh karenanya itu bertentangan dengan praktek dan pernyataan ulama-ulama nadhliyin lainnya.

 Oleh Syaikhuna Al-Mukarom KH. Sahal Mahfud, ulama asal Kajen, Pati, Jawa Tengah, yang kini menjabat Rais Aam PBNU, berpendapat bahwa acara tahlilan yang sudah mentradisi hendaknya terus dilestarikan sebagai salah satu budaya yang bernilai islami dalam rangka melaksanakan ibadah sosial sekaligus meningkatkan dzikir kepada Allah.

 Maka, yang dimungkinkan adalah para pengingkar itu –yang pada dasarnya memang membenci tahlilan- sebenarnya telah keliru menyimpulkan tulisan-tulisan dari kalangan nahdliyin baik hasil muktamar hingga buku-buku mereka. Dan kesimpulan mereka tidak perlu di hiraukan sama sekali.

 واللــــه أعلـم بالصـــــــــــــواب

TAHLIL ADALAH SEDEKAH

TAHLIL ADALAH SEDEKAH

 Kata tahlil dengan pengertian ini telah muncul dan ada di masa Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sabda beliau:

 عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى .رواه مسلم

 “ Dari Abu Dzar radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: "Bahwasanya pada setiap tulang sendi kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap bacaan tahmid itu adalah sedekah, setiap bacaan TAHLIL itu adalah sedekah, setiap bacaan takbir itu adalah sedekah, dan amar ma’ruf nahi munkar itu adalah sedekah, dan mencukupi semua itu dua rakaat yang dilakukan seseorang dari sholat Dluha.” (Hadits riwayat: Muslim).

Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah saw. berkata kepada beliau:
 “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat
 bersedekah dengan kelebihan hartanya.”Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah
 sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan
 isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya,“Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab,
 “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa ? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.”
 (Shahih Muslim, Kitab Al-Zakat, Bab Bayan Anna Ismas Shadaqah Yaqa’u Ala Kulli Nau’ Minal Ma’ruf,hadits no 1006

SEKILAS SEJARAH ASWAJA DAN WASPADAI WAHABI SALAFI

SEKILAS SEJARAH ASWAJA DAN WASPADAI WAHABI SALAFI


 Oleh Von Edison Alouisci

 Di wilayah sejarah, proses pembentukan Aswaja terentang hingga zaman Khulafa’ur Rasyidin, yakni dimulai sejak terjadi perang Shiffin yang melibatkan khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu dengan Muawiyah. Bersama kekalahan khalifah keempat tersebut, setelah dikelabui melalui arbitrase (tahkim) oleh kubu Muawiyah, umat Islam semakin terpecah ke dalam berbagai golongan. Di antara mereka terdapat Syi’ah yang secara umum dinisbatkan kepada pengikut khalifah Ali bin Abi Thalib, golongan Khawarij yakni pendukung Ali yang membelot karena tidak setuju dengan tahkim, dan ada pula kelompok Jabariyah yang melegitimasi kepemimpinan Mu’awiyah.

 Selain tiga golongan tersebut, masih ada Murji’ah dan Qodariyah, faham bahwa segala sesuatu terjadi karena perbuatan manusia dan Allah tidak turut campur (Af’al Al-ibad min Al-ibad), berlawanan dengan faham Jabariyah.

 Di antara kelompok-kelompok itu, adalah sebuah komunitas yang dipelopori oleh Imam Abu Sa’id Hasan ibn Hasan Yasar Al-Bashri (21-110 H/639-728 M), lebih dikenal dengan nama Imam Hasan Al Bashri, yang cenderung mengembangkan aktifitas keagamaan yang bersifat kultural (tsaqofiyah), ilmiah, dan berusaha mencari jalan kebenaran secara jernih. Komunitas ini menghindari pertikaian politik antara berbagai fraksi politik (firqoh) yang berkembang ketika itu. Sebaliknya, mereka mengembangkan sikap keberagaman dan pemikiran yang sejuk, moderat, dan tidak ekstrim. Dengan sistem keberagaman semacam itu, mereka tidak mudah untuk mengkafirkan golongan atau kelompok lain yang terlibat dalam pertikaian politik ketika itu.

 Seirama waktu, sikap dan pandangan tersebut diteruskan ke generasi-generasi ulama setelah beliau, di antaranya Imam Abu Hanifah Al-Nu’man (150 H), Imam Malik Ibn Anas (179 H), Imam Syafi’i (204 H), Ibn Kullab (204 H), Ahmad Ibn Hanbal (241 H), hingga tiba pada generasi Abu Hasan Al-Asy’ari (324 H) dan Abu Mansur Al-Maturidi (333 H). Kepada dua ulama terakhir inilah permulaan faham Aswaja sering dinisbatkan, meskipun bila ditelusuri secara teliti, benih-benih faham Aswaja ini sebenarnya telah tumbuh sejak dua abad sebelumnya.

 Indonesia merupakan salah satu penduduk dengan jumlah penganut faham Ahlussunnah Wal Jama’ah terbesar di dunia. Mayoritas pemeluk Islam di kepulauan ini adalah penganut madzhab Syafi’i, dan sebagian terbesarnya bergabung -baik tergabung secara sadar maupun tidak- dalam jam’iyah Nahdlatul Ulama, yang sejak awal berdiri menegaskan sebagai pengamal Islam ala Ahlussunnah Wal Jama’ah.

 secara global.. paham aswaja adalah paham terbesar nomor satu didunia dengan jumlah pengikut paling banyak dari semua golongan Islam.

 in tak lepas dari printah Raslullah sendiri untuk mengikuti al jama`ah..mayoritas..karna itu adalah sunnah dan kewajiban umat muslim mengikutinya walau tidak di pungkiri ada umat islam yang memisahkan diri.. semacam wahabi salafi,ahmadiyah dimasa sekarang ini..

 Nabi juga memerintahkan supaya berpegang tegung pada jamaah mayoritas.Dari Anas bin Malik ra berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas.” [HR. Ibnu Majah (3950), Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1220) dan al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin (2069).


 Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
 “إِنَّ اللهَ لَا يُجْمِعُ أُمَّةِ عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللهِ مَعَ الجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ”
 “Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan, maka ia menyeleweng ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168). “Barangsiapa yang menolak sunnahku maka bukan dari golonganku” (Shahih Bukhari).

 golongan wahabi ada yang terkadang mengaku SUNNI atau aswaja.. namun kenyataan mereka berpegang pada pandangan Muhmmad bin abdul wahab pendiri wahabi yang sama sekali bukan ulama salaf.Mereka inkar madzab.inkar beberapa syriat ajaran salaf tapi ngaku manhaj salaf. tentu saja ini kebohongan besar kaum wahabi salafi lebih lebih jka bicara akidah.. akidah mereka justru mengikuti paham khawarij.

 Padahal jelas dalam sejarahnya khawarij adalah umat islam yang mesti diwaspadai karna banyak sekali pringatan Raslullah tentang salahnya ajaran khawarij yang katanya Islam.mengingat wahabi salafi juga paham khawarij maka tentu saja kita wajib mewaspadai wahabi salafi yang menyimpang sama dengan khawarij.
 ini artinya WAHABI MENGACAUKAN TATANAN UMAT ISLAM


 mari kita cermati hadits diatas.. WALAU SAMA ISLAM..AKAN TETAPI SETIAP AJARAN ISLAM YANG SALAH TIDAK AKAN BISA BERSATU. ini dibuktikan dengan tumpasnya khawarij dimasa khliafah.

 Kita tidak perlu mengatakan" Islam adalah saudara jika satu diantaranya sesat jalan " apakah anda ngaku saudara dengan khawarij yang dibenci rasulullah..?? bukankag mereka Islam ??
 apakah anda ngaku saudara dengan ahmadiyah yang nabinya bukan muhammad Rasulullah ?? bukankah mereka juga ngaku Islam ??

 SEKALI LAGI...


 “إِنَّ اللهَ لَا يُجْمِعُ أُمَّةِ عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللهِ مَعَ الجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ”
 “Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan, maka ia menyeleweng ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168). “Barangsiapa yang menolak sunnahku maka bukan dari golonganku” (Shahih Bukhari).

MELIHAT BOBROKNYA MORAL PENDIRI WAHABI DARI FAKTA SEJARAH

MELIHAT BOBROKNYA MORAL PENDIRI WAHABI DARI FAKTA SEJARAH

 TAHUKAH ANDA SESUNGGUHNYA MUHMMAD BIN ABDUL WAHAB PENDIRI WAHABI NIKKAH MUTTAH DENGAN WANITA KRISTEN..??

 OLEH VON EDISON ALOUISCI

 Dalam kitab Ayyub Sabri Pasya, Mir’at al-Haramain.. juga dalam buku Confessions of A British Spy, part 2-4].

 DIJELASKN BEGINI..:

 Sebagian pegakuannya hemfher bercerita begini :

 “suatu hari aku bilang kepadanya, “Kawin mut’ah itu boleh”.
 “Tidak!” sergahnya.

 Aku berkata, “Allah berfirman, “Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (mut’ah) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban..” (an-Nisa 24)”.

 “Tetapi Umar yang mengharamkan mut’ah! Dengan mengatakan, “Dua mut’ah yang berlaku di masa Rasulullah, dan aku yang mengharamkan keduanya dan menghukum siapa yang melanggarnya”, katanya.

 Aku berkata, “Bukankah kau pernah bilang, “aku (Muhammad bin Abdul Wahab) lebih tahu dari Umar, lalu kenapa kau ikut Umar?. Dan jika Umar mengharamkan apa yang dihalalkan Rasul, mengapa kau tinggalkan pandangan al-Qur`an dan Rasul, dan kau ikuti pandangan Umar?”.

 Ia terdiam. Melihat ia diam bertanda puas dengan keteranganku, nampaknya bergejolak kebutuhan biologisnya (sementara ia belum punya istri).
 Aku bilang padanya, “Bukankah kita (aku dan kau) adalah orang bebas dan mengambil halalnya mut’ah dan kita bersenang-senang?”

 Ia mengangguk setuju, dan aku memanfaatkan sikap setujunya itu. Kemudian aku janjikan untuknya seorang wanita untuk dimut’ah olehnya. Keinginanku ialah membuyarkan rasa takutnya dari perselisihan antara ia dengan orang lain umumnya. Akhirnya ia memberi syarat bahwa ini rahasia antara aku dengannya dan tidak memberitahu namanya kepada perempuan yang akan dimut’ahinya. Maka aku langsung pergi ke tempat perempuan-perempuan Nasrani, yang mana mereka adalah antek-antek kementrian kami untuk merusak pemuda muslim. Aku dapatkan seorang wanita yang aku panggil dengan nama Shafiyah, dan telah aku ceritakan semuanya tentang pemuda ini. Dan pada waktu yang dijanjikan aku pergi bersama Muhammad, ke rumah Shafiyah yang saat itu sedang sendirian. Aku bacakan akad nikah mut’ah untuk Muhammad dalam waktu seminggu, dengan mahar sekian gram emas secara tunai. Aku senangkan hatinya dari luar sedangkan Shafiyah dari dalam.

 Setelah Shafiyah mengambil hatinya dan memberikan manisnya kemaksiatan yang dilakukan Muhammad terhadap syariat di bawah naungan pemikiran dan kemandirian pandangannya yang bebas.”

 NAH DISINI TIDAK DIJELASKAN MUHMMAD BIN ABDUL WAHAB PENDIRI WAHABI NIKAH MISYAR..MELAINKAN SEBUTAN NIKKAH MUTTAH MACAM SYIAH

 Tahukah anda ketika Nikkah Muttahnya selesai ternyata Muhmmad bin abdul wahab nikah lagi dengan wanita lain ketika bertemu lagi dengan hemfher di lain waktu.
 berikut pengakuannya yang di tulis hemfher :

 Muhammad Annajd mengatakan pada saya, “S-a-f-i-y-a-h pergi bersama saya ke Isfahan dengan status nikah mut’ah selama lebih dari dua bulan. Abdul Karim menemani saya pergi ke S-y-i-r-a-z dan mempertemukan saya dengan seorang wanita yang bernama A-s-i-y-a-h, yang lebih cantik dan menarik dari pada Safiyah. Dengan nikah bersama wanita itu saya benar-benar menikmati saat paling menyenangkan.”

 wah..Muhmmad bin abdul wahab sang pendiri wahabi ini rajin nikah muttah ya …. 


SEBELUM MEMBELA WAHABI SEBAIKNYA SIMAK BAHASAN INI

SEBELUM MEMBELA WAHABI SEBAIKNYA SIMAK BAHASAN INI


 DINASTI SA’UDI KETURUNAN YAHUDI

 Oleh Von Edison ALouisci


 Shakher (mati di bantai karna membuka sejarah kelan saud) 
 menulis buku berjudul ‘Ali Saud min Aina wa Ila Aina?’ membongkar apa di balik bungkamnya penguasa Khadimul Haramaian setiapkali berhadapan dengan konflik Palestina-Israel. Buku ini juga menemukan fakta baru, mengenai asal muasal Dinasti Saudi. Bagaimanakah runut garis genealoginya? Benarkah mereka berasal dari trah Anza Bin Wael, keturunan Yahudi militan?
 Informasi buku ini sangat mencekam sekaligus mencengangkan. Sulit dipercaya, sebuah dinasti yang bernaung di bawah kerajaan Islam Saudiyah bisa melakukan kebiadaban iblis dengan melakukan pembakaran masjid sekaligus membunuh jamaah shalat yang berada di dalamnya. Jika isi buku yang terbit 3 Rabi’ul Awal 1401 H (1981 M) ini ‘terpaksa’ dipercaya, karena faktanya yang jelas, maka kejahatan Kerajaan Saudi Arabia terhadap kabilah Arab dahulu, persis seperti kebuasan zionis Israel membantai rakyat Muslim di Jalur Gaza.


 Melacak Asal Dinasti Saudi


 Dalam silsilah resmi kerajaan Saudi Arabia disebutkan, bahwa Dinasti Saudi Arabia bermula sejak abad ke dua belas Hijriyah atau abad ke delapan belas Masehi. Ketika itu, di jantung Jazirah Arabia, tepatnya di wilayah Najd yang secara historis sangat terkenal, lahirlah Negara Saudi yang pertama yang didirikan oleh Imam Muhammad bin Saud di “Ad- Dir’iyah”, terletak di sebelah barat laut kota Riyadh pada tahun 1175 H/1744 M, dan meliputi hampir sebagian besar wilayah Jazirah Arabia.

 Negara ini mengaku memikul tanggung jawab dakwah menuju kemurnian Tauhid kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, mencegah prilaku bid’ah dan khurafat, kembali kepada ajaran para Salafus Shalih dan berpegang teguh kepada dasar-dasar agama Islam yang lurus. Periode awal Negara Saudi Arabia ini berakhir pada tahun 1233 Hijriyah /1818 Masehi.


 Periode kedua dimulai ketika Imam Faisal bin Turki mendirikan Negara Saudi kedua pada tahun 1240
 H/1824 M. Periode ini berlangsung hingga tahun 1309 H/1891 M. Pada tahun 1319 H/1902 M, Raja Abdul Aziz berhasil mengembalikan kejayaan kerajaan para pendahulunya, ketika beliau merebut kembali kota Riyad yang merupakan ibukota bersejarah kerajaan ini.


 Semenjak itulah Raja Abdul Aziz mulai bekerja dan membangun serta mewujudkan kesatuan sebuah wilayah terbesar dalam sejarah Arab modern, yaitu ketika berhasil mengembalikan suasana keamanan dan ketenteraman ke bagian terbesar wilayah Jazirah Arabia, serta menyatukan seluruh wilayahnya yang luas ke dalam sebuah negara modern yang kuat yang dikenal dengan nama Kerajaan Saudi Arabia. Penyatuan dengan nama ini, yang dideklarasikan pada tahun 1351 H/1932 M, merupakan dimulainya fase baru sejarah Arab modern.
 Raja Abdul Aziz Al-Saud pada saat itu menegaskan kembali komitmen para pendahulunya, raja-raja dinasti Saud, untuk selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip Syariah Islam, menebar keamanan dan ketenteraman ke seluruh penjuru negeri kerajaan yang sangat luas, mengamankan perjalanan haji ke Baitullah, memberikan perhatian kepada ilmu dan para ulama, dan membangun hubungan luar negeri untuk merealisasikan tujuan- tujuan solidaritas Islam dan memperkuat tali persaudaraan di antara seluruh bangsa arab dan kaum Muslimin serta sikap saling memahami dan menghormati dengan seluruh masyarakat dunia.
 Di atas prinsip inilah, para putra beliau sesudahnya mengikuti jejak-langkahnya dalam memimpin Kerajaan Saudi Arabia. Mereka adalah: Raja Saud, Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd, dan Pelayan Dua Kota Suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz.
 Dinasti Saudi Trah Yahudi


 Namun, di masa yang jauh sebelumnya, di Najd tahun 851 H. Sekumpulan pria dari Bani Al Masalikh, yaitu trah dari Kaum Anza, yang membentuk sebuah kelompok dagang (korporasi) yang bergerak di bidang bisnis gandum dan jagung dan bahan makananan lain dari Irak, dan membawanya kembali ke Najd. Direktur korporasi ini bernama Sahmi bin Hathlool. Kelompok dagang ini melakukan aktifitas bisnis mereka sampai ke Basra, di sana mereka berjumpa dengan seorang pedagang gandum Yahudi bernama Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe.

 Ketika sedang terjadi proses tawar menawar, Si Yahudi itu bertanya kepada kafilah dagang itu. “Dari manakah anda berasal?” Mereka menjawab, ”Dari Kaum Anza, kami adalah keluarga Bani Al-Masalikh.” Setelah mendengar nama itu, orang Yahudi itu menjadi gembira, dan mengaku bahwa dirinya juga berasal dari kaum keluarga yang sama, tetapi terpaksa tinggal di Bashra, Irak. Karena persengketaan keluarga antara bapaknya dan ahli keluarga kaum Anza.


 Setelah itu, Mordakhai kemudian menyuruh budaknya untuk menaikkan keranjang-keranjang berisi gandum, kurma dan makanan lain ke atas pundak unta-unta milik kabilah itu. Hal ini adalah sebuah ungkapan penghormatan bagi para saudagar Bani Al Masalikh itu, dan menunjukkan kegembiraannya karena berjumpa saudara tuanya di Irak. Bagi pedagang Yahudi itu, para kafilah dagang merupakan sumber pendapatan, dan relasi bisnis. Mardakhai adalah saudagar kaya raya yang sejatinya adalah keturunan Yahudi yang bersembunyi di balik roman wajah Arab dari kabilah Al-Masalikh.


 Ketika rombongan itu hendak bertolak ke Najd, saudagar Yahudi itu minta diizinkan untuk ikut bersama mereka, karena sudah lama dia ingin pergi ke tanah asal mereka Najd. Setelah mendengar permintaan lelaki Yahudi itu, kafilah dagang suku Anza itu pun amat berbesar hati dan menyambutnya dengan gembira.

 Pedagang Yahudi yang sedang taqiyyah alias m e nyamar itu tiba di Najd dengan pedati-pedatinya. Di Najd, dia mulai melancarkan aksi propaganda tentang sejatinya siapa dirinya melalui Sahabat-sahabat, kolega dagang dan teman barunya dari keturunan Bani Al-Masalikh tadi. Setelah itu, disekitar Mordakhai, berkumpullah para pendukung dan penduduk Najd. Tetapi tanpa disangka, dia berhadapan dengan seorang ulama yang menentang doktrin dan fahamnya. Dialah Syaikh Shaleh Salman Abdullah Al-Tamimi seorang ulama kharismatik dari distrik Al-Qasem. Daerah-daerah yang menjadi lokasi disseminasi dakwahnya sepanjang distrik Najd, Yaman, dan Hijaz.
 Oleh karena suatu alasan tertentu, si Yahudi Mordakhai itu -yang menurunkan Keluarga Saud itu- berpindah dari Al Qasem ke Al Ihsa. Di sana, dia merubah namanya dari Mordakhai menjadi Markhan bin Ibrahim Musa. Kemudian dia pindah dan menitip di sebuah tempat bernama Dir’iya yang berdekatan dengan Al- Qateef. Di sana, dia memaklumatkan propaganda dustanya, bahwa perisai Nabi Saw telah direbut sebagai barang rampasan oleh seorang pagan (musyrikin) pada waktu Perang Uhud antara Arab Musyrikin dan Kaum Muslimin. Katanya, “Perisai itu telah dijual oleh Arab musyrikin kepada kabilah kaum Yahudi bernama Banu Qunaiqa’ yang menyimpannya sebagai harta karun.”


 Selanjutnya dia mengukuhkan lagi posisinya di kalangan Arab Badwi melalui cerita-cerita dusta yang menyatakan bagaimana Kaum Yahudi di Tanah Arab sangat berpengaruh dan berhak mendapatkan penghormatan tinggi. Akhirnya, dia diberi suatu rumah untuk menetap di Dir’iya, yang berdekatan Al-Qateef. Dia berkeinginan mengembangkan daerah ini sebagai pusat Teluk Persia. Dia kemudian mendapatkan ide untuk menjadikannya sebagai tapak atau batu loncatan guna mendirikan kerajaan Yahudi di tanah Arab. Untuk memuluskan cita-citanya itu, dia mendekati kaum Arab Badwi untuk menguatkan posisinya, kemudian secara perlahan, dia mensohorkan dirinya sebagai raja kepada mereka.
 Kabilah Ajaman dan Kabilah Bani Khaled, yang merupakan penduduk asli Dlir’iya menjadi risau akan sepak terjang dan rencana busuk keturunan Yahudi itu. Mereka berencana menantang untuk berdebat dan bahkan ingin mengakhiri hidupnya. Mereka menangkap saudagar Yahudi itu dan menawannya, namun berhasil meloloskan diri.


 Saudagar keturunan Yahudi bernama Mordakhai itu mencari suaka di sebuah ladang bernama Al-Malibed Gushaiba yang berdekatan dengan Al Arid, sekarang bernama Riyadh. Disana dia meminta suaka kepada pemilik kebun tersebut untuk menyembunyikan dan melindunginya. Tuan kebun itu sangat simpati lalu memberikannya tempat untuk berlindung. Tetapi tidak sampai sebulan tinggal di rumah pemilik kebun, kemudian Yahudi itu secara biadab membantai tuan pelindungnya bersama seluruh keluarganya.


 Sungguh bengis kelakuanya, air susu dibalas dengan air tuba. Mordakhai memang pandai beralibi, dia katakan bahwa mereka semua telah dibunuh oleh pencuri yang menggarong rumahnya. Dia juga berpura- pura bahwa dia telah membeli kebun tersebut dari tuan tanah sebelum terjadinya pembantaian tersebut. Setelah merampas tanah tersebut, dia menamakannya Al-Dir’iya, sebuah nama yang sama dengan tempat darimana ia terusir dan sudah ditinggalkannya.


 Keturunan Yahudi bernama Mordakhai itu dengan cepat mendirikan sebuah markas dan ajang rendezvous bernama “Madaffa” di atas tanah yang dirampasnya itu. Di markas ini dia mengumpulkan para pendekar dan jawara propaganda (kaum munafik) yang selanjutnya mereka menjadi ujung tombak propaganda dustanya. Mereka mengatakan bahwa Mordakhai adalah ‘Syaikh’-nya orang-orang keturunan Arab yang disegani. Dia menabuh genderang perang terhadap Syaikh Shaleh Salman Abdulla Al-Tamimi, musuh tradisinya. Akhirnya, Syeikh Shaleh Salman terbunuh di tangan anak buah Mordakhai di Masjid Al-Zalafi.


 Mordakhai berhasil dan puas hati dengan aksi-aksinya. Dia berhasil menjadikan Dir’iya sebagai pusat kekuasaannya. Di tempat ini, dia mengamalkan poligami, mengawini puluhan gadis, melahirkan banyak anak yang kemudian dia beri nama dengan nama-nama Arab.


 Walhasil, kaum kerabatnya semakin bertambah dan berhasil menghegemoni daerah Dir’iya di bawah bendera Dinasti Saud. Mereka acapkali melakukan tindak kriminal, menggalang beragam konspirasi untuk menguasai semenanjung Arab. Mereka melakukan aksi perampasan dan penggarongan tanah dan ladang penduduk setempat, membunuh setiap orang yang mencoba menentang rencana jahat mereka. Dengan beragam cara dan muslihat mereka melancarkan aksinya. Memberikan suap, memberikan iming-iming wanita dan gratifikasi uang kepada para pejabat berpengaruh di kawasan itu. Bahkan, mereka “menutup mulut” dan “membelenggu tangan” para sejarawan yang mencoba menyingkap sejarah hitam dan merunut asal garis trah keturunan mereka kepada kabilah Rabi’a, Anza dan Al-Masalikh.


 Sekte Wahabi


 Seorang sejarawan hipokrit “si raja bohong” bernama Mohammad Amin al- Tamimi, kepala perpustakaan Kerajaan Saudi, menulis garis silsilah keluarga Saudi dan menghubungkan silsilah Moordakhai pada Nabi Muhammad Saw. Untuk kerja kotornya itu, dia dihadiahi uang sebesar 35 ribu pound Mesir dari Kedutaan Arab Saudi di Kairo, Mesir pada tahun 1362 H atau 1943 M yang diserahkan secar simbolis kepada dubes Arab Saudi untuk Mesir, yang waktu itu dijabat oleh Ibrahim Al-Fadel.


 Seperti yang telah disebutkan sebelum ini, keluarga Yahudi berasal dari Klan Saud (Moordakhai) mengamalkan ajaran poligami dengan mengawini ratusan wanita arab dan melahirkan banyak anak. Hingga sekarang amalan poligami itu diteruskan praktiknya oleh anak keturunan. Poligami adalah warisan yang harus dijaga dan diamalkan sebagaimana praktik kakek moyangnya! Salah seorang anak Mordakhai bernama Al-Maqaran ,di ‘arabkan’ dari keturunan Yahudi (Mack-Ren) dan mendapat anak bernama Mohamad dan seorang lagi bernama Sa’ud, yang merupakan cikal bakal Dinasti Saud sekarang ini.
 Keturunan Saud melancarkan kampanye dan propaganda pembunuhan terhadap ketua-ketua kabilah Arab yang berada di bawah kekuasaannya dan mencap mereka sesat, telah meninggalkan ajaran Al-Qur’an, dan menyeleweng dari ajaran Islam. JADI MEREKA BERHAK UNTUK DIBUNUH OLEH KELUARGA SAUDI !


 Dalam sebuah buku tentang sejarah Keluarga Saudi hal. 98-101, ahli sejarah keluarga mereka telah mempopulerkan bahwa Dinasti Saud mendakwa semua penduduk Najd adalah kafir. M aka darah mereka adalah halal, mereka berhak dibantai, harta mereka dirampas, wanita mereka dijadikan budak seks. Seseorang muslim tidak benar benar Muslimnya jika tidak mengamalkan ajaran yang berasal dari MOHAMMAD BIN ABDUL WAHAB.
 Ajaran dan doktrinnya memberikan kuasa kepada Keluarga Saudi untuk membumihanguskan kampung- kampung mereka. Mereka membunuh para suami dan anak-anak, merampas para istri, menikam perut wanita hamil, memotong tangan anak mereka dan kemudian membakar mereka!! Ditambah ‘justifikasi’ doktrin faham wahabi bagi mereka untuk seenak pusernya sendiri membajak dan merampas harta penentang mereka.
 Keluarga Yahudi ini telah melakukan banyak kezaliman dibawah panji ajaran Wahabi yang dicipta oleh Mordakhai untuk menyemai benih kekejaman di hati manusia. Dinasti Yahudi telah melakukan aksi kebiadaban sejak 1163 H. Sampai-sampai mereka telah menamakan semenanjung tanah Arab dengan nama keluarga mereka (Arab Saudi) sebagai sebuah negara kepunyaan mereka, dan semua penduduk Arab adalah hamba mereka, bekerja keras untuk kemewahan mereka (Keluarga Saudi).


 Mereka telah menghak-milikkan semua kekayaan negara tersebut sebagai harta pribadi. Jika ada yang berani mengkritik undang-undang dan peraturan buatan “rezim tangan besi” Dinasti Yahudi tersebut, pihak penguasa tak segan-segan memenggal kepala pengkritik di depan khalayak. Disebutkan bahwa salah seorang puteri mereka melewati masa liburnya dengan plesiran ke Florida, Amerika Serikat bersama para pembantu dan penasihatnya. Dia menyewa 90 kamar mewah (suite) di Grand Hotel dengan tariff satu juta dolar per malam!!! Rakyat yang mencoba bersuara memprotes lawatan sang puteri yang jelas-jelas menghamburkan uang Negara akan di tembak mati dan dipenggal kepalanya!


 Fakta Menggemparkan !


 Sejumlah kesaksian yang meyakinkan bahwa Keluarga Saud merupakan keturunan Yahudi, dapat dibuktikan melalui fakta-fakta berikut ini. Pada tahun 1960-an, pemancar radio “Sawtul Arab” di Kairo, Mesir, dan pemancar radio di Sana’a, Yaman, membuktikan bahwa nenek moyang Keluarga Saudi adalah dari trah Yahudi.


 Raja Faisal Al-Saud tidak bisa menyanggah bahwa keluarganya adalah keluarga Yahudi ketika memberitahukan kepada The Washington Post pada tanggal 17 September 1969, dengan menyatakan bahwa: “Kami, Keluarga Saudi adalah keluarga Yahudi. Kami sepenuhnya tidak setuju dengan setiap penguasa Arab atau Islam yang memperlihatkan permusuhannya kepada Yahudi, sebaliknya kita harus tinggal bersama mereka dengan damai. Negeri kami, Saudi Arabia merupakan sumber awal Yahudi dan nenek-moyangnya, dari sana menyebar ke seluruh dunia”.


 Pernyataan ini keluar dari lisan Raja Faisal Al-Saud bin Abdul Aziz. Hafez Wahbi, Penasihat Hukum Keluarga Kerajaan Saudi menyebutkan di dalam bukunya yang berjudul ‘Semenanjung Arabia’ bahwa Raja Abdul Aziz yang mati tahun 1953 mengatakan :


 “Pesan Kami (Pesan Saudi) dalam menghadapi oposisi dari suku-suku Arab, kakekku, Saud Awal, menceriterakan saat menawan sejumlah Syaiikh dari suku Mathir, dan ketika kelompok lain dari suku yang sama datang untuk menengahi dan meminta membebaskan semua tawanannya. Saud Awal memberikan perintah kepada orang-orangnya untuk memenggal kepala semua tawanannya, kemudian mempermalukan dan menurunkan nyali para penengah dengan cara mengundang mereka ke jamuan makan. Makanan yang dihidangkan adalah daging manusia yang sudah dimasak, potongan kepala tawanan diletakkan di atas piring.”


 Para penengah menjadi terkejut dan menolak untuk makan daging saudara mereka sendiri. Karena mereka menolak untuk memakannya, Saud Awal memerintahkan memenggal kepala mereka juga. Itulah kejahatan yang sangat mengerikan yang telah dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya sendiri sebagai raja kepada rakyat yang tidak berdosa, kesalahan mereka karena menentang terhadap kebengisannya dan memerintah dengan sewenang-wenang.


 Hafez Wahbi selanjutnya menyatakan bahwa, berkaitan dengan kisah nyata berdarah yang menimpa Syaikh suku Mathir, dan sekelompok suku Mathir yang mengunjunginya dalam rangka meminta pembebasan pimpinan mereka yang menjadi tawanan Raja Abdul Aziz Al-Saud bernama Faisal Al-Darwis. Diceriterakannya kisah itu kepada utusan suku Mathir dengan maksud mencegah agar mereka tidak meminta pembebasan pimpinan mereka, bila tidak, mereka akan diperlakukan sama. Dia bunuh Syaikh Faisal Darwis dan darahnya dipakai untuk berwudlu sebelum dia shalat.


 Kesalahan Faisal Darwis waktu itu hanya karena dia mengeritik Raja Abul Aziz Al-Saud. Ketika raja menandatangani dokumen yang disiapkan penguasa Inggris pada tahun 1922 sebagai pernyataan memberikan Palestina kepada Yahudi, tandatangannya dibubuhkan dalam sebuah konferensi di Al-Qir tahun 1922.


 Sistem rejim keluarga yahudi (Keluarga Saudi) dulu & sekarang masih tetap sama. Tujuannya, untuk merampas kekayaan negara, merampok, memalsukan, melakukan semua jenis kekejaman, ke-tidak-adilan, penghujatan dan penghinaan, yang kesemuanya itu dilaksanakan sesuai dengan ajaran Sekte Wahhabi yang membolehkan memenggal kepala orang yang menentang ajarannya.

 Wallahu a’lam bis shawab.

 By. Von Edison Alouisci

 (Diterjemahkan dari sebuah naskah berbahasa Arab berjudul “Aly Sa’ud, Min Aina? wa Ilaina?” yang ditulis oleh Muhammad Sakher)

membongkar kesesatan wahabi

AKIDAH SESAT WAHABI SALAFI.
 KATA WAHABI.. AkIDAH MEREKA ALLAH BERTEMPAT DAN BERARAH..

 maka mari Kita Simak tanggapan ahli ulama Dalam kitab Syarh al-Fiqh al-Akbar yang telah disebutkan , asy-Syaikh Mulla Ali al-Qari menuliskan sebagai berikut:

 “فمن أظلم ممن كذب على الله أو ادعى ادعاءً معينًا مشتملاً على إثبات المكان والهيئة والجهة من مقابلة وثبوت مسافة وأمثال تلك الحالة، فيصير كافرًا لا محالة”

 “Maka barangsiapa yang berbuat zhalim dengan melakukan kedustaan kepada Allah dan mengaku dengan pengakuan-pengakuan yang berisikan penetapan tempat bagi-Nya, atau menetapkan bentuk, atau menetapkan arah; seperti arah depan atau lainnnaya, atau menetapkan jarak, atau semisal ini semua, maka orang tersebut secara pasti telah menjadi kafir”.

 Masih dalam kitab yang sama, asy-Syaikh Ali Mulla al-Qari juga menuliskan sebagai berikut:

 “من اعتقد أن الله لا يعلم الأشياء قبل وقوعها فهو كافر وإن عُدّ قائله من أهل البدعة، وكذا من قال: بأنه سبحانه جسم وله مكان ويمرّ عليه زمان ونحو ذلك كافر، حيث لم تثبت له حقيقة الإيمان”

 “Barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah tidak mengetahui segala sesuatu sebelum kejadiannya maka orang ini benar-benar telah menjadi kafir, sekalipun orang yang berkata semacam ini dianggap ahli bid’ah saja. Demikian pula orang yang berkata bahwa Allah adalah benda yang memiliki tempat, atau bahwa Allah terikat oleh waktu, atau semacam itu, maka orang ini telah menjadi kafir, karena tidak benar keyakinan iman -yang ada pada dirinya-”.


 Dalam kitab karya beliau lainnya berjudul Mirqât al-Mafâtîh Syarh Misykât al-Mashâbîh, Syaikh Ali Mulla al-Qari’ menuliskan sebagai berikut:

 “بل قال جمع منهم ـ أي من السلف ـ ومن الخلف إن معتقد الجهة كافر كما صرح به العراقي، وقال: إنه قول لأبي حنيفة ومالك والشافعي والأشعري والباقلاني”

 “Bahkan mereka semua (ulama Salaf) dan ulama Khalaf telah menyatakan bahwa orang yang menetapkan adanya arah bagi Allah maka orang ini telah menjadi kafir, sebagaimana hal ini telah dinyatakan oleh al-Iraqi. Beliau (al-Iraqi) berkata: Klaim kafir terhadap orang yang telah menetapkan arah bagi Allah tersebut adalah pernyataan al-Imâm Abu Hanifah, al-Imâm Malik,al-Imâm asy-Syafi’i, al-Imâm al-Asy’ari dan al-Imâm al-Baqillani”.

 nah disini makin jelas..wahabi salafi anti madzab.karna keyakinan dan pendapat wahabi terhadap keberadaan Allah berbeda.(Ilmu akidah Dan tauhid)

 kesimpulan paling vital adalah.. siapa yang salah akidah..maka ia salah mengenal Tuhan sekalipan megaku Islam.dan seorang yang mengaku Islam yang salah Akidah maka Tuhan yang dimaksud BERBEDA.( hanya orang awam yang megtakan sesama islam seakidah)

 dan jika akidahnya salah..maka mau sholat serbu kali..naik haji seratus kali.. sama dengan kaum yahudi atau kristen sholat dan naik haji..BOHONG DAN BATHIL KARNA TUHANNYA LAIN.paham ??

 Al-Imam al-Ghazali (semoga Allah merahmatinya) berkata:

 لاَ تَصِحُّ الْعِبَادَةُ إلاّ بَعْدَ مَعْرِفَةِ الْمَعْبُوْدِ

 “Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah mengetahui (Allah) yang wajib disembah”.

 Artinya barangsiapa yang tidak mengenal Allah dengan menjadikan-Nya memiliki ukuran yang tidak berpenghabisan misalnya maka dia adalah kafir. Dan tidak sah bentuk-bentuk ibadahnya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. 

 Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya- berkata:

 مَنْ زَعَمَ أنَّ إِلهَـَنَا مَحْدُوْدٌ فَقَدْ جَهِلَ الْخَالِقَ الْمَعْبُوْدَ (رَوَاه أبُو نُعَيم)

 "Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)" (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aym (W 430 H) dalam Hilyah al-Auliya, juz 1, h. 72). 



 Aku mau bilang...


 صُوْنُوْا عَقَائِدَكُمْ مِنَ التَّمَسُّكِ بِظَاهِرِ مَا تَشَابَهَ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ أُصُوْلِ الْكُفْرِ

 “Hindarkan aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Qur'an dan hadits yang mutasyabihat, sebab hal demikian merupakan salah satu pangkal kekufuran !!!”

 Al-Imam ath-Thahawi juga berkata: 

 وَمَنْ وَصَفَ اللهَ بِمَعْنًى مِنْ مَعَانِـي الْبَشَرْ فَقَدْ كَفَرَ

 “Barangsiapa menyifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir”. 

 Allah ta'ala telah berfirman:

 فَلاَ تَضْرِبُوْا لِلّهِ الأمْثَالَ (سورة النحل : 74)

 "Janganlah kalian membuat serupa-serupa bagi Allah"(QS. an-Nahl: 74)

 Allah berfirman:

 لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ ( سورة الشورى : 11 )

 “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (QS. as-Syura: 11)

 PERHATIKAN AKIDAH RASLULLAH SBB: 

 Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud). 

 Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, ‘Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk). 

 Aku tegaskan : 

 اللهُ مَوْجُوْدٌ بِلاَ مَكَانٍ وَلاَ جِهَةٍ 

 "Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah !!".

 Intaha.


 By. Von Edison Alouisci

 NB.disinilah inti penting kenapa  bilang wahabi sesat.
 SESAT AKIDAH !! 

 “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs.4:59)

BICARA DENGAN ILMU BUKAN DENGAN KOAR KOAR

BICARA DENGAN ILMU BUKAN DENGAN KOAR KOAR


 MENJAWAB KEDANGKALAN, TUDUHAN DAN PEMBOHONGAN PUBLIC ABU UBAIDAH AS-SIDAWI TERHADAP UCAPAN PARA ULAMA MADZHAB


 Oleh Ibnu Abdillah Al-Katibiy


 Telah beredar di internet khususnya dalam situs-situs para penentang madzhab sebuah tulisan yang bersifat sangat profokasi dan merusak persatuan umat Muslim, tulisan yang berisikan tentang bahaya fanatic madzhab yang disasarkan kepada jumhur muslimin yang bermadzhab, sungguh penulisnya yaitu Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi menulisnya berdasarkan :
 1. Kebodohan akan persoalan ijtihad dan madzhab
 2. Telah melakukan kebohongan public
 3. Pembodohan besar-besaran terhadap pembacanya
 4. Memvonis kaum muslimin yang mayoritas ini dengan ta’ashshub pada madzhabnya masing-masing
 Abu Ubaidah telah menunjukkan kedangkalan cara berpikirnya di dalam memahami persoalan ijtihadiyyah dan mazdhabiyyah, dan kalau mau jujur semua tulisannya justru berdasarkan taqlid buta kepada para ulama yang juga kontra terhadap madzhab jumhurul muslimin.
 Di sini al-Faqir akan membongkar pembohongan public Abu Ubaidah di dalam menukil sebuah pujian para ulama atas para imamnya.

 DI AWAL TULISAN ABU UBAIDAH MEMBAWAKAN SEBUAH SYI’IR PUJIAN SEBAGAI BERIKUT :


 Abu Ubaidah :
 فَلَعْنَةُ رَبِّنَا أَعْدَادَ رَمْلٍ عَلَى مَنْ رَدَّ قَوْلَ أَبِيْ حَنِيْفَةَ
 La’nat Rabb kami sejumlah bilangan pasir
 Terhadap orang yang menolak perkataan Abu Hanifah.


 Jawaban saya :


 Pertama : Abu Ubaidah salah di dalam menyebutkan sumber dari potongan bait tsb yang sebenarnya adalah bersumber dari Abdullah bin Mubarak, beriku kelengkapan baitnya :
 لقد زان البلاد ومن عليها إمام المسلمين أبو حنيفه بأحكام وآثار وفقه كآيات الزبور على صحيفه فما في المشرقين له نظير ولا في المغربين ولا بكوفه يبيت مشمرا سهر الليالي وصام نهاره لله خيفه فمن كأبي حنيفة في علاه إمام للخليفة والخليقه رأيت العائبين له سفاها خلاف الحق مع حجج ضعيفه وكيف يحل أن يؤذى فقيه له في الأرض آثار شريفه وقد قال ابن إدريس مقالا صحيح النقل في حكم لطيفه بأن الناس في فقه عيال على فقه الإمام أبي حنيفه فلعنة ربنا أعداد رمل على من رد قول أبي حنيفه
 (Raddul Mukhtar ‘ala Ad-Durri Al-Mukhtar juz : 1 hal : 61)
 Kedua : Rupanya Abu Ubaidah tidak mengetahui maksud dari potongan bait Ibnu Al-Mubarak tsb, atau memang ia sengaja membohongi public dengan menutupi maksud yang sebenarnya.
 Inilah syarh / penjelsan dari makna bait tsb :

 ( قوله : على من رد قول أبي حنيفة ) أي على من رد ما قاله من الأحكام الشرعية محتقرا لها ، فإن ذلك موجب للطرد والإبعاد ، لا بمجرد الطعن في الاستدلال ; لأن الأئمة لم تزل يرد بعضهم قول بعض ، ولا بمجرد الطعن في الإمام نفسه ، لأن غايته الحرمة فلا يوجب اللعن ، لكن ليس فيه لعن شخص معين فهو كلعن الكاذبين ونحوهم من العصاة فافهم
 “ Ucapan ; La’nat Rabb kami sejumlah bilangan pasir. Terhadap orang yang menolak perkataan Abu Hanifah. Maksudnya adalah “ Terhadap orang yang yang menolak dengan merendahkan ucapan Abu Hanifah dari hukum-hukum syare’atnya, karena hal itu memang mengahruskan penngusiran dan penolakan (terhadap yg menolaknya hukum syare’at), bukan semata-mata mencela dari sisi pengambilan dalilnya. Karena sesungguhnya para imam madzhab memang saling berbeda dengan yang lainnya, dan bukan karena semata-mata mencela diri pribadi imam tsb, karena hal itu adalah haram. Dalam bait tsb bukanlah melaknat pada orang tertentu melainkan seperti melaknta orang2 pendusta, para pelaku maskyiat, maka pahamilah hal ini “.
 (Raddul mukhtar juz 1 hal : 63)


 KEMUDIAN ABU UBAIDAH MENUKIL KALAM SEORANG ULAMA BESAR DARI KALANGAN MADHZAB HANBALI YAITU ABUL HASAN AL-KARKHI DENGAN BERTUJUAN MEREMEHKANNYA DAN MEMVONISNYA TELAH MELAKUKAN FANATIC BUTA PADA MADZHABNYA, BERIKUT PETIKANNYA :


 Abul Hasan Al-Karkhiy Al-Hanafi juga mengatakan: “Setiap ayat dan hadits yang menyelisihi penganut madzhab kami (Hanafiyyah), maka dia harus dita’wil (diselewengkan artinya) atau mansukh (dihapus hukumnya)”. (Lihat Ma Laa Yajuzu Al-Khilaf Bainal Muslimin hal. 95).


 Jawaban saya :


 Lagi-lagi Abu Ubaidah hanya meangambil ucapan tersebut dengan memtong-motongnya. Dan ia pun tak paham maksud dari ucapan tersebut.


 Berikut lengkapnya :
 لأصل أن كل آية تخالف قول أصحابنا فإنها تحمل على النسخ أو على الترجيح والأولى أن تحمل على التأويل من جهة التوفيق
 “ Pokok berikutnya adalah “ Setiap ayat yang menyelisihi pendapat para ulama kami, maka diarahkan pada naskh atau diarahkan kepada yang lebih tarjih (kuat), namun yang lebih utama diarahkan pada ta’wil dari sisi taufiq “. (Usul Al-Karkhi : 84)
 Inilah maksud dari ucapan tersebut :
 والفهم الموضوعي المتجرد لهذا الأصل: يشير بكل بساطة إلى مدى حرص فقهاء الأحناف – كغيرهم من الفقهاء – في عدم تجاوزهم لنصوص الكتاب والسنة وإن بدا شيء من ذلك ظاهرا فذلك لوقوفهم على علة في ذلك النص من نسخ أو تأويل أو ترجيح دعاهم إلى صرف النظر عنه.
 “ Pemahaman yang objektif terhadap pokok tersebut adalah : Mengisyaratkan sejauh optimisme para ulama fiqih Hanafi (sbgaimana juga ulama fiqih madzhab lainnya) untuk tidak melampaui nash-nash al-Quran dan sunnah. Dan jika Nampak perkara yang mnyelisihi terhadap al-Quran atau sunnah, maka hal itu disebabkan mereka (para ulama) masih meneliti atau memahami sebuah illat /alasannya di dalam nash tsb yang berupa naskh, takwil atau tarjih yang mendorong mereka untuk tidak Mengabaikan hal ini “. (Al-Fikru Al-Ushuli : 122-124)
 Artinya : “ Terkadang ucapan para ulama kita berselisih dengan nash al-Quran dengan ijma’ (konsesus) para sahabat Nabi Saw, atau ditarjih dengan hadits. Maka yang dimaksud ucapan di atas adalah takhshis yaitu mentakhshis ayat dengan hadits dan hal itu sudah hal biasa dalam ilmu tafsir. Maka jelaslah bahwa ucapan syaikh Abul Hasan bukanlah ta’ashshub (fanatik) terhadap madzhabnya “.

 Seorang ulama ahli fiqih yang mendalam seperti beliau tidak mungkin mengatakan harus lebih mendahulukan pendapat ulama ketimbang al-Quran dan sunnah, sungguh ini tidak mungkin dalam benak beliau.

 Hal ini pun telah dijelaskan maksudnya oleh syaikh Al-Bazdawi :
 وقوله : الأصل أن كل خبر يجيء بخلاف قول أصحابنا فإنه يحمل على النسخ أو دليل آخر أو ترجيح فيه بما يحتج به أصحابنا من وجوه الترجيح أو يحمل على التوفيق، وإنما يفعل ذلك على حسب قيام الدليل، فإن قامت دلالة النسخ يحمل عليه وإن قامت الدلالة على غيره صرنا إليه.
 “ Ucpannya : Prinsip dasar bahwa setiap hadits yang berseberangan dengan pendapat ulama kita, maka dimungkinkan pada naskh, atau dalil lain atau ditarjih dengan beberapa wujuh tarjih, atau dimungkinkan berdasarkan taufiq. Sesungguhnya melakukan hal itu hanyalah sesuai akan tegagknya dalil. Jika tegak dalil adanya naskh, maka diarahkan ke naskh, dan jika tegak dalil atas selainnya, maka juga di arahkan kesana “.
 Dan ini sesuai dengan penafssiran Ibnu Taimiyyah :


 "وليعلم أنه ليس أحد من الأئمة المقبولين عند الأمة قبولا عاما يتعمد مخالفة رسول الله صلى الله عليه وسلم في شيء من سنته، دقيق ولا جليل، فإنهم متفقون اتفاقا يقينيا على وجوب اتباع الرسول وعلى أن كل أحد من الناس يؤخذ من قوله ويترك إلا رسول الله صلى الله عليه وسلم ولكن إذا وجد لواحد منهم قول قد جاء حديث صحيح بخلافه فلا بد له من عذر في تركه .
 وجميع الأعذار ثلاثة أصناف :
 أحدها : عدم اعتقاده أن النبي صلى الله عليه وسلم قاله .
 والثاني : عدم اعتقاده إرادة تلك المسألة بذلك القول .
 والثالث : اعتقاده أن ذلك الحكم منسوخ
 رفع الملام عن الأئمة الأعلام (1 / 9، 10.
 “ Ketahuilah, sesungguhnya tidak ada satupun dari para imam madzhab yang diterima oleh umat secara menyeluruh itu menyalahai Rasulullah Saw di dalam satu sunnahnya saja baik yang lembut maupun yang jelas. Karena sesungguhnya mereka bersepakat dengan yakin atas wajibnya mengikuti Nabi Saw, dan setiap ucapan manusia ditolak kecuali Rasulullah Saw. Akan tetapi jika menemukan salah satu pendapat mereka yang berselisih dengan hadits shohih, maka harus ada alasan di dalam meninggalkannya.


 Seluruh alasan ada tiga macam :


 Pertama : Tidak meyakini bahwa Nabi Saw mengatakannya
 Kedua : Tidak meyakini menginginkan masalah tersebut dengan ucapan tersebut
 Ketiga : Meyakini bahwa hukum tersebut dimansukh (dihapus) “.
 (Raf’ul malam ‘an aimmatil a’lam juz : 1 hal : 9-10)
 KEMUDIAN ABU UBAIDAH MENAMPILKAN SEBAGIAN UCAPAN YANG MASYHUR DIKALANGAN MALIKIYYAH :


 لَوْ لَمْ يَكُنْ مَالِكاً لَكَانَ الدِّيْنُ هَالِكًا
 “ Seandainy bukan karena Malik, maka agama ini akan hancur “.
 Jawaban saya :
 Sungguh jika Abu Ubaidah menuduh pengikut madzhab imam Malik sebagai pengikut yang fanatic dan berlebihan atas dasar ucapan tsb, maka dia telah menuduh dan memvonis mereka atas tuduhan yang bersumber dari kedangkalan cara berfikirnya tersebut.
 Ucapan tersebut adalah sebuah wujud rasa syukur para pengikutnya atas anugerah Allah Swt yang diberikan melalui seorang ulama besar bernama imam Malik, yang telah banyak berjasa dalam syare’at Islam ini, Kaum muslimin diseluruh penjuru dunia sungguh telah merasakan jasa beliau dalam hal keagamaan. sehingga agama menjadi kuat sebabnya. Bukan sebuah ucapan fanatic atau berlebihan. Maka patutlah imam Malik mendapat pujian semacam itu.
 Ucapan-ucapan senada banyak termaktub di kitab-kitab para ulama, di anataranya pujian imam Syafi’I kepada imam Abu Hanifah berikut :
 قال ابن حجر : وقال الشافعي رضي الله تعالى عنه : من أراد أن يتبحر في الفقه فهو عيال على أبي حنيفة
 “ Ibnu Hajar berkata : Berkata imam Malik Radhiallahu ‘anhu “ Barangsiapa ingin mendalami dalam ilmu fiqih, maka dia butuh (merujuk) pada Abu Hanifah “ (Raddu al-Mukhtar : 63)
 Dasn juga pujian imam Ahmad bin Hanbal kepada imam Syafi’I berikut :
 قال الإمام أحمد بن حنبل : ما مس أحد محبرة ولا قلما إلا وللشافعي في عنقه منة
 “ Imam Ahmad bin Hanbal berkata “ Tidaklah seseorang menyentuh tinta dan pena kecuali imam terdapat jasa imam Syafi’i di dalamnya “.
 Beranikah Abu Ubaidah mengatakan imam Sayfi’I dan imam Ahmad telah fanatic buta pada sesorang ?? atau berlebihan di dalam pujian ??


 SELANJUTNYA ABU UBADIAH BERKATA

 “ Dalam madzhab Syafi’iyyah, imam Al-Juwaini As-Syafi’i rahimahullah berkata: “Menurut kami, setiap orang berakal dan seluruh kaum muslimin, baik di timur maupun barat, jarak dekat maupun jauh wajib mengikuti madzhab Syafi’i. Bagi orang yang masih awam dan jahil, mereka harus mengikuti madzhab Syafi’i dan tidak mencari pengganti lainnya”. (LihatMughitsul Al-Khalq hal. 15-16)

 Jawaban saya :


 Kedangkalan cara berpikir Abu Ubaidah semakin nyata saat menampilkan kalam Imam Ibnu Juwaini sebagai hujjah untuk memvonis ulama syafi’iyyah telah berfanatik buta pada gurunya.
 Inilah kalam Ibnu Juwaini lengkapnya :
 وقال إمام الحرمين الجويني الشافعي نحن ندعي أن يجب على كافة العاقلين وعامة المسلمين شرقا وغربا بعدا وقربا انتحال مذهب الشافعي ويجب على العوام الطغام والجهال الأنذال أيضا انتحال مذهبه بحيث لا يبغون عنه حولا ولا يريدون به بدلا
 Ucapan beliau menjelaskan akan pentingnya bertaqlid bagi orang awam kepada seorang ulama yang ahli dalam berijtihad, bahkan menjadi suatu kewajiban untuk bertaqlid. Dan tidak mengikuti pendapat orang lain yang tidak ahli dalam berijtihad. Hal ini sudah mnjadi fakta sejarah dari generasi salaf hingga masa para imam madzhab, bahwa taqlid atau madzhab adalah sebuah keniscayaan yang tdk bisa diabaikan.
 Dalam persoalan ini saya akan membahasnya secara tersendiri, karena akan butuh penjelsan panjang dan luas dalam persoalan madzhabiyyah.
 BERIKUTNYA ABU UBAIDAH MENAMPILKAN KALAM SEBAGIAN PENGIKUT MADZHAB HANBALI :
 Perhatikanlah ungkapan ‘Alauddin Al-Haskafiy Al-Hanafiy ketika memuji imam Abu Hanifahrahimahullah:
 “Kesimpulanya, imam Abu Hanifah merupakan mu’jizat Nabi yang paling besar setelah Al-Qur’an.…”.
 (Lihat Ad-Durrul Mukhtar 1/55-58 diringkas dari Zawabi’ fi Wajhi Sunnah hal. 223 oleh Syaikh Sholah Maqbul Ahmad dan Kutub Hadzara Minha Ulama’ (1/158-167) oleh Syaikh Masyhur Hasan Salman).


 Jawaban saya :


 Sunnguh Abu Ubaidah sebenarnya justru telah taqlid buta dengan mencomot ucapan tersebut begitu saja dan langsung memvonis tanpa mau memahami makna yang sebenarnya.
 والحاصل إن أبا حنيفة من أعظم معجزات المصطفى بعد القرآن
 Ucapan imam Muhammad bin ‘Alauddin ini, memang benar adanya. Berdasarkan hadits Nabi Saw yang shohih berikut ini :
 عن ابي هريرة رض الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لو كان العلم بالثريا لتنواله اناس من ابناء فارس
 Rasulullah Saw bersabda “ Andaikan ilmu agama itu bergantung di bintang tujuh, niscaya akan dijamah oleh orang-orang dari putra Parsi “.


 (HR. Ahmad dan dishohikan oleh Ibnu Hibban : 7309)
 Menurut para ulama seperti al-Hafidz as-Suyuthi dan lain-lain, hadits tersebut paling tepat sebagai isyarat dan rekomendasi terhadap imam Abu Hanifah. Karena dari sekian banyak ulama yang berasal dari keturunan Parsi, hanya imam Abu Hanifah yang memiliki reputasi dan popularitas tertinggi dan diikuti oleh banyak umat dari dulu hingga kini.


 Maka pantas beliau disebut bagian dari mu’jiat Nabi Saw, karena sebelum kelahirannya Nabi Saw telah mengkabarkannya kepada kita dan kabar gaib ini merupakan mu’jizat Nabi Saw.
 Bahkan kalau kita mau melihat bagaimana para pengagum Ibnu Taimiyyah Al-Harrani memuji Ibnu Taimiyyah, maka sungguh terlihat mengada-ngada dan bahkan berlebihan :
 ما ذا يقول الواصفون له # وصفاته جلت عن الحصر
 هو حجة لله قاهرة # هو بيننا اعجوبة الدهر
 هو اية في الخلق ظاهرة # انوارها اربت على الفجر
 “ Dapatkah mereka melukiskan sifat-sifat Ibu Taimiyyah #
 Sedangkan sifat-sifatnya yang terpuji telah melampaui batas.
 Dia adalah hujjah Allah yang kokoh #
 Dan keajiban masa diantara kami.
 Dia adalah ayat yang terang bagi makhluk, cahayanya mengalahkan sinar matahari “.
 (kitab Ar-Radul wafer, Ibnu Nashir hal : 96)
 Di dalam Hadist Nabi Saw tak disebutkan bahwa Ibnu Taimiyyah adalah ayat Allah yang diwahyukan untuk manusia.
 Maka beranikah Abu Ubaidah memvonis para pengagum Ibnu Taimiyyah ini sebagai pengikut yang fanatic buta dan berlebihan kepada Ibnu Taimiyyah ???



 BY. VON EDISON ALOUISCI